Skip to main content

Lima Hari Awal Cerita Delta Api Bali

Oleh : Ni Putu Ary Pratiwi
Hari Pertama
Kegiatan bertajuk “Lokalatih Pemetaan Partisipatif dan EVC (Delta Api) Sebagai Starting Point untuk Menjungkit Agenda Pembaharuan dan Perubahan Sukma ++ Secara Masif” dilaksanakan di Balai Banjar Mekarsari, Desa Perancak, Kecamatan Jembrana. Kegiatan ini berlangsung selama 5 hari mulai 19 hingga 23 Desember 2013 dengan 35 orang peserta yang hadir pada hari pertama. Sedangkan peserta pelatihan pun merupakan pemuda yang berjumlah 15 orang yang berasal dari berbagai latar belakang.
Turut hadir dalam acara pembukaan di hari pertama yaitu, Camat Jembrana dan Perbekel Desa Perancak sekaligus membuka acara. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Koalisi SUKMA+, didukung oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Samdhana Institute bekerjasama dengan Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) dan Santiri Foundation. Untuk wilayah Bali, dilaksanakan oleh Simpul Bali (Yayasan Wisnu).
Sejak tahun 2010, Yayasan Wisnu bersama LSM lainnya di Bali dan di Indonesia membentuk sebuah forum untuk pulau-pulau kecil di Indonesia yang diberi nama SUKMA (Sunda Kecil Maluku) dimana Bali termasuk salah satu wilayah kepulauan tersebut.
Setelah acara pembukaan, dilanjutkan dengan perkenalan masing-masing peserta. Materi pertama di hari pertama disampaikan oleh Tjatur Kukuh, Direktur Eksekutif Santiri Foundation mengenai gambaran dan tujuan kegiatan selama lima hari nanti. “ Berawal dari keresahan. Desa yang akan merasakan akibat dari perubahan iklim,” ucapnya saat penyampaian materi.
Selain itu Tjatur Kukuh juga menjelaskan proses yang akan dilalui peserta selama lima hari. Di hari pertama tentang pentingnya Eco-Climate Village (ECV), hari kedua penyampaian solusi, hari ketiga berupa pemetaan partisipatif untuk menunjang implementasi ECV (Delta Api) dilanjutkan dengan praktik lapangan di hari keempat. Hari terakhir diisi dengan paparan hasil, draft program dan penyusunan rencana tindak lanjut (RTL).
Sesi penyampaian materi kedua adalah I Made Suarnatha, Direktur Yayasan Wisnu mengenai “Inisiatif Pemetaan Partisipatif Lokal Pengelolaan Sumberdaya Berkelanjutan”. Pemaparan diawali tentang sumber daya alam yang dimiliki Indonesia, namun banyak sumber daya alam tersebut dikuasai oleh asing. “ Masyarakat harus mengetahui potensi atau kekayaan sumber daya alam dan permasalahannya. Kemudian membuat perencanaan berdasarkan potensi dan masalah tersebut berpijak dari apa yang kita miliki,” terangnya.
I Ketut Sumarta dari Bali Life Institute mengisi materi terakhir mengenai “Membaca Ruang Waktu-Cara Bali”. Sumarta menjelaskan mengenai filosofi Bali, antara hulu dan hilir. Selain itu menurutnya pemetaan desa itu penting untuk melihat perubahan yang terjadi karena masalah yang terjadi adalah pertarungan tatanan air dan perubahan orientasi oleh masyarakat.  
Hari Kedua
            Lokalatih hari kedua, 20 Desember 2013 tetap diisi oleh pemaparan materi oleh para narasumber. Kegiatan dimulai pukul 08.00 Wita dengan review kegiatan di hari pertama oleh para peserta. Dilanjutkan dengan pemaparan materi pemetaan partisipatif oleh Kasmita Widodo, Koordinator Nasional Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif  (JKPP). Pemetaan partisiipatif menurut Kasmita Widodo adalah untuk mengidentifikasikan hubungan masyarakat adat atas tanah, air dan kekayaan alamnya berdasarkan sejarah di masyarakat yang akan menghasilkan sistem penguasaan tanah dan pola hubungan manusia dengan alamnya. Melalui pemetaan partisipatif, akan terbentuk peta partisipatif yang menunjukkan keberadaan masyarakat adat dan wilayahnya. “ Bagaimana masyarakat bisa mempertahankan tanahnya. Jadi masyarakat harus cerdas dalam pemetaan partisipatif sebagai perencanaan masa depan,” ulasnya saat pemaparan materi.
            Sementara itu Direktur Pesisir dan Lautan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Eko Rudianto menjelaskan mengenai “Meraih Pesisir Tangguh melalui PDPT (Pengembangan Daerah Pesisir Tangguh)”. Perubahan iklim memberikan dampak yang besar bagi masyarakat yang digambarkan dengan potret desa pesisir dan bagaimana ketangguhan desa pesisir dalam menjawab perubahan yang terjadi.

            “Maka masyarakat perlu disiapkan terutama peran generasi muda. One person can make different. Bagaimana peran pemuda bisa membantu masyarakat sekitar dalam menghadapi permasalahan untuk menjadi tangguh. PDPT merupakan program untuk membuat desa menjadi tangguh dengan tahapan melakukan pelatihan kepada masyarakat,” terang Eko.
            Sesi berakhir sekitar pukul 12.15 Wita dan dilanjutkan dengan makan siang. Setelah makan siang, peserta dibagi dalam 4 kelompok diskusi. Masing-masing kelompok menjawab pertanyaan yang berbeda-beda untuk didiskusikan namun tetap berkaitan dengan tema kegiatan ini. Presentasi hasil diskusi kelompok dilakukan pada malam harinya setelah sebelumnya dilanjutkan dengan pemaparan dari Agus Setiawan Kepala BPOL (Balai Penelitian dan Observasi Laut) tentang Penggunaan dan Penerapan Teknologi dalam Pengelolaan Sumber Daya Laut dan Pesisir di BPOL.
            Terkait dengan apa yang disampaikan Agus Setiawan, Iwan Dewantama selaku Manager MPA CI Indonesia juga menyampaikan mengenai Jejaring KKP Bali sebagai Mekanisme Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim yang memberikan gambaran SUKMA sebagai konteks yang lebih luas dan sebagai langkah bersama KKP di lingkup Bali.
            Kegiatan hari kedua pun terbilang padat. Padat dengan materi-materi terkait tema kegiatan. Gendewa Tunas Rancak dari Santiri Foundation melanjutkan penjelasan mengenai Delta Api. Peserta diberikan penjelasan mengenai program Delta Api yang berbasis anak muda dan salah satu program unggulan dari SUKMA. Delta Api atau Eco-Climate Village (ECV) sudah dilakukan di Dusun Jambianom, Kabupaten Lombok Utara yang berupa pemetaan partisipatif oleh masyarakatnya.
            Setelah pemaparan materi oleh para narasumber, tiba saatnya 4 kelompok peserta mempresentasikan hasil diskusi mereka. Presentasi hasil diskusi berlangsung lancar dan dilakukan tanya jawab sehingga peserta tidak merasa bosan. Sebagai sesi terakhir adalah penjelasan mengenai pendekatan teknokratik oleh Liza Hani Saroya Wardi yang merupakan salah satu proses dalam pemetaan partisipatif.
Hari Ketiga
            Masih bertempat di Balai Dusun Mekarsari, kegiatan lokalatih hari ketiga diisi dengan materi partisipatory mapping dan pemetaan. Gendewa Tunas Rancak menjelaskan materi Partisipatory Mapping dengan menekankan pada metode transect walk dalam pembuatan peta sosial. Materi ini diberikan dengan tujuan peserta dapat memahami pembuatan peta partisipatif sebelum nantinya turun ke lapangan.
            Tidak hanya pemetaan sosial, pemetaan fisik desa juga secara langsung juga akan dilakukan. Sebelumnya, Diarman, Staf Divisi Pelayanan Pemetaan dan Partisipasi JKPP memberikan materi mengenai pemetaan fisik wilayah desa. Materi diawali dengan pengenalan unsur-unsur dalam peta hingga pengenalan pada GPS (Global Positioning System) yang akan digunakan untuk menentukan titik koordinat dalam peta.
            Antusiasme peserta pun terlihat. Selain dijelaskan mengenai peta secara teori, peserta juga diajarkan langkah-langkah membuat peta fisik. Diarman kemudian memberikan soal latihan kepada peserta untuk digambarkan di milimeter block. Milimeter block menjadi sarana dalam menggambar peta fisik wilayah dengan model sederhana.
            Fungsi dan cara kerja GPS juga diperkenalkan. Peserta dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan dibekali sebuah GPS untuk diukur titik koordinat wilayah. Setelah dijelaskan cara kerja GPS, peserta yang terbagi dalam kelompok langsung praktik lapangan dengan mengukur koordinat titik dan elevansi daerah sekitar Balai Banjar Mekarsari.
            Suasana lokalatih di hari ketiga tidak nampak monoton. Peserta merasakan materi yang dijelaskan bervariatif, tidak hanya duduk di balai banjar. Namun disertai dengan praktik singkat di lapangan. Malam harinya pertemuan dengan tokoh masyarakat Desa Perancak pun digelar. Para tokoh masyarakat yang diantaranya terdiri dari Perbekel Desa Perancak, Kepala Dusun Mekarsari, Kelian Adat Banjar Mekarsari dan kelompok masyarakat berbagi informasi mengenai potensi dan permasalahan di Desa Perancak. Hasil diskusi dan pemetaan bersama tokoh masyarakat ini kemudian diharapkan bisa menjadi bahan dalam menyusun peta mimpi desa yang dilakukan atas partisipasi masyarakat.
Hari Keempat
          Setelah pemaparan materi selama 3 hari, hari keempat (Minggu, 22 Desember 2013) diisi dengan kegiatan praktik lapangan oleh para peserta lokalatih. Para peserta dibagi ke dalam lima kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 3 orang. Kelompok-kelompok ini akan melakukan pemetaan fisik dan sosial di wilayah Banjar Mekarsari.
            Kelompok satu mendapat tugas melakukan pemetaan sosial. Anggota kelompok satu melakukan transect walk ke wilayah Banjar Mekarsari dan mewawancarai beberapa narasumber yang ditemui di perjalanan. Pertanyaan kepada narasumber berupa potensi, permasalahan dan apa yang menjadi mimpi mereka bagi desanya. Hasil pernyataan narasumber dicatat dan kemudian akan diklasifikasikan sebelum dijabarkan dalam peta mimpi.
            Sementara kelompok dua hingga kelompok lima melakukan pemetaan fisik. Pemetaan fisik meliputi sisi luar batas wilayah Banjar Mekarsari, wilayah dalam Banjar Mekarsari dan fasilitas umum. Pemetaan sisi luar sebelah utara wilayah Banjar Mekarsari dilakukan oleh kelompok satu. Sedangkan wilayah sisi selatan yang berupa Pantai Perancak oleh kelompok tiga. Wilayah dalam banjar dari sisi timur dipetakan oleh kelompok empat termasuk fasilitas umum di dalamnya. Dan kelompok lima melakukan pemetaan di sisi sebelah barat banjar yang juga meliputi fasilitas umum. Keempat kelompok dibekali GPS untuk mengukur titik koordinat yang menjadi tugasnya. Hasil pengukuran kemudian dicatat dalam catatan yang akan digunakan sebagai bahan pembuatan peta.
            Empat jam kemudian semua kelompok kembali berkumpul di Balai Banjar Mekarsari. Keempat kelompok yang mendapat tugas pemetaan fisik melakukan plotting hasil pengukuran GPS pada milimeter block. Penyempurnaan peta wilayah hasil survey terus dilakukan dengan bekerjasama antarkelompok. Sedangkan kelompok satu menjabarkan pemetaan sosial dalam bentuk tabel berupa klasifikasi potensi, masalah, kebutuhan, peluang, ancaman dan perubahan. Hasil yang dijabarkan adalah hasil dari proses transect walk dan indepth interview kepada sejumlah narasumber.
            Menjelang pukul 6 sore, peta sosial dan peta fisik sederhana Banjar Mekarsari telah rampung. Presentasi hasil pemetaan tersebut dipresentasikan pada malam harinya. Dilanjutkan dengan diskusi oleh para peserta.
Hari Kelima
            Senin, 23 Desember 2013 menjadi hari kelima sekaligus hari terakhir kegiatan “Lokalatih Pemetaan Partisipatif dan EVC (Delta Api) Sebagai Starting Point untuk Menjungkit Agenda Pembaharuan dan Perubahan Sukma ++ Secara Masif”. Kegiatan yang dilakukan pun tidak begitu padat seperti empat hari sebelumnya.
            Setelah sehari sebelumya para peserta lokalatih melakukan praktik lapangan dan pembuatan peta, penyusunan Rencana Tindak Lanjut (RTL) pun dilakukan. Penyusunan RTL dimaksudkan sebagai pedoman dalam merancang kegiatan pemetaan lanjutan di wilayah Desa Perancak dan dua desa tetangganya, yaitu Desa Air Kuning dan Desa Budeng.
Peserta lokalatih selama lima hari ini akan menjadi tim inti untuk pemetaan partisipatif dan pengembangan ECV (Delta Api) di ketiga desa. Selain penyusunan RTL, kegiatan hari kelima diisi dengan pemilihan koordinator pemetaan wilayah Desa Perancak dan Presiden Delta Api Bali. Mereka bertugas mengkoordinasikan mulai dari persiapan pemetaan hingga peta dibuat selama 6 bulan ke depan. Selain itu Yayasan Wisnu sebagai koordinator SUKMA wilayah Simpul Bali juga akan membantu pelaksanaan program ini.













Comments

Popular posts from this blog

Pemetaan Partisipatif di Desa Budeng

Oleh : Diah Fransiska Dewi Komunitas Delta Api adalah komunitas yang bergerak di bidang pemetaan, pelatihan tata kelola pengetahuan, survei mangrove dan kegiatan sosial lainnya. Delta Api Bali beranggotakan para pemuda dan pemudi yang telah melakukan kegiatan pemetaan partisipatif di 3 desa pesisir di Kabupaten Jembrana. Salah satunya adalah Desa Budeng.  Desa Budeng merupakan desa kecil dengan luas 368,7 ha. Dihuni sekitar 1.818 jiwa. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Dauhwaru, sebelah barat dengan Kelurahan Loloan Timur, sebelah timur dengan Kelurahan Sangkaragung dan sebelah selatan dengan Desa Perancak.  Pemetaan di Desa Budeng dilaksanakan pada Bulan Mei 2014. Kegiatan ini memakan waktu kurang lebih 1 minggu. Dimulai dengan pembukaan, pengenalan sarana prasarana, dan pelatihan dasar. Pemetaan dibagi menjadi 2 tim. Tim pertama adalah tim sosial. Tim ini mencari dan membahas data2 sosial di Desa Budeng. Sedangkan tim kedua adalah tim spatial, yan...

Survei Jenis Mangrove Perancak dan Budeng

Oleh : Komang Widiadnyana Mangrove merupakan tumbuhan yang hidup alami secara umum disekitar muara dan pesisir pantai. Tumbuhan ini identik dengan wilayah pasang surut air laut, dan sejauh ini menurut Noor,  et al  (2006) di Indonesia tercatat setidaknya terdapat 202 jenis mangrove, dan 43 jenis (diantaranya 33 jenis pohon dan jenis perdu) ditemukan sebagai mangrove sejati ( true mangrove ). Hutan mangrove di Indonesia, secara langsung merupakan suatu komunitas di ekosistem yang membantu perekonomian masyarakat untuk mencari nafkah, karena merupakan tempat hidup ikan-ikan ekonomis penting seperti bandeng ( Chanos chanos ), kakap ( Lates sp. ), dan kerapu ( Lutjanus sp .) serta jenis krustasea seperti kepiting bakau ( Scylla serrata ) dan udang-udangan. Seiiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, kondisi sosial-ekonomi masyarakat telah mulai mengalami perubahan. Hal ini disebabkan kepadatan penduduk telah mendekati bahkan melampui tingkat keseimbangan rasio yang n...