Skip to main content

Survei Jenis Mangrove Perancak dan Budeng


Oleh : Komang Widiadnyana

Mangrove merupakan tumbuhan yang hidup alami secara umum disekitar muara dan pesisir pantai. Tumbuhan ini identik dengan wilayah pasang surut air laut, dan sejauh ini menurut Noor, et al (2006) di Indonesia tercatat setidaknya terdapat 202 jenis mangrove, dan 43 jenis (diantaranya 33 jenis pohon dan jenis perdu) ditemukan sebagai mangrove sejati (true mangrove). Hutan mangrove di Indonesia, secara langsung merupakan suatu komunitas di ekosistem yang membantu perekonomian masyarakat untuk mencari nafkah, karena merupakan tempat hidup ikan-ikan ekonomis penting seperti bandeng (Chanos chanos), kakap (Lates sp.), dan kerapu (Lutjanus sp.) serta jenis krustasea seperti kepiting bakau (Scylla serrata) dan udang-udangan.

Seiiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, kondisi sosial-ekonomi masyarakat telah mulai mengalami perubahan. Hal ini disebabkan kepadatan penduduk telah mendekati bahkan melampui tingkat keseimbangan rasio yang normal antara luas lahan garapan dengan yang tersedia dengan jumlah keluarga. Di bidang kehutanan, dampak peningkatan penduduk terhadap kelestarian hutan mulai dirasakan kuat sejak akhir dasa warsa 1950-an. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan peningkatan kebutuhan kayu bakar, kayu pertukangan, padang penggembalaan, maupun kebutuhan akan lapangan kerja baru. Tuntutan ini juga mendorong intensifikasi kegiatan kehutanan, yang dapat dilihat pada kegiatan pemungutan kayu dan kegiatan penanaman kembali hutan bekas tebangan dengan permudaan.

Faktor utama yang menyebabkan timbulnya kemunduran potensi hutan mangrove adalah adanya kemiskinan masyarakat di sekitar kawasan hutan mangrove, menurunnya rata-rata pemilikan tanah, rendahnya pendidikan, meningkatnya angkatan kerja, kecilnya kesempatan kerja dan peluang berusaha, serta didukung dengan lemahnya penegakan hukum. Pihak pengelola dan pihak-pihak yang berkepentingan akan kelestarian kawasan hutan mangrove kurang peka terhadap perubahan sosial-ekonomi yang terjadi, akibatnya konflik yang terjadi antara pengelola dengan masyarakat sekitar hutan mangrove mulai mengganggu kegiatan teknis pengelolaan hutan.
Pelestarian sumberdaya hutan mangrove merupakan suatu usaha yang sangat kompleks untuk dilaksanakan karena kegiatan tersebut sangat membutuhkan sifat akomodatif terhadap segenap pihak terkait, baik yang berada di sekitar kawasan maupun di luar kawasan. Pada dasarnya kegiatan ini dilakukan demi memenuhi kebutuhan berbagai kepentingan. Namun demikian, sifat akomodatif ini akan lebih dirasakan manfaatnya bilamana keberpihakan kepada institusi yang sangat rentan terhadap sumberdaya hutan mangrove, dalam hal ini masyarakat diberikan porsi yang lebih besar (Dietriech GB. dan Luky A, 1998).
    Pengelolaan ekosistem mangrove didasarkan atas tiga tahapan utama berdasarkan isu-isu yang ada. Isu-isu tersebut adalah: isu ekologi, isu ekonomi, kelembagaan dan perangkat hukum serta strategi dan pelaksanaan rencana. Dalam hal ini strategi dan pelaksanaan rencana adalah dalam kerangka pengelolaan dan pelestarian mangrove, memiliki dua konsep utama yang ditetapkan. Kedua konsep tersebut pada dasarnya memberikan legitimasi dan pengertian bahwa mangrove sangat memerlukan pengelolaan dan perlindungan agar dapat tetap lestari. Kedua konsep tersebut adalah perlindungan hutan mangrove dan rehabilitasi hutan mangrove.

 Pengelolaan hutan mangrove di Taman Pesisir Perancak relatif belum ada karena dimiliki oleh berbagai pihak dari kepemilikan pribadi, pemerintah Kabupaten Jembrana hingga pihak swasta sebagai hasil dari tukar guling konsesi hutan mangrove di tempat lain. Bahkan ada satu kawasan human mangrove seluas sekitar 60 ha yang sebelumnya terpasang plank kepemilikan “PT. Angkasa Pura” namun setelah ada pihak yang mencoba melakukan pengecekan ke pihak Angkasa Pura di Badung, malah pihak Angkasa Pura tidak tahu menahu masalah kawasan hutan mangrove di Perancak. Hal ini menunjukkan kesimpangsiuran data kepemilikan kawasan hutan mangrove yang berdampak pada tidak optimalnya upaya pengelolaan dan pemanfaatan hutan mangrove di Perancak.
Strategi untuk melibatkan masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove adalah dengan menerapkan sistem insentif sehingga selanjutnya diharapkan dapat memberikan dorongan yang besar pada masyarakat dalam melakukan kegiatan pengelolaan ekosistem hutan mangrove secara lestari. Sistem insentif yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan meningkatkan peran serta masyarakat dapat dilaksanakan dengan sungguh-sungguh didukung oleh Pemerintah. 

Pelaksanaan kegiatan ini hendaknya diwujudkan antara lain melalui pelatihan keterampilan pengelolaan hutan mangrove, penyuluhan tentang peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan hutan mangrove di Indonesia, pelatihan intensifikasi perikanan dan pertanian, pembentukan kelompok swadaya masyarakat, penyebarluasan data dan informasi perencanaan rehabilitasi dan pengelolaan hutan mangrove, serta mengembangkan metode-metode sosial budaya masyarakat yang bersahabat dengan lingkungan ekosistem hutan mangrove.
   Selain itu, didukung pula penyediaan sarana dan prasarana bagi masyarakat, berupa: sarana kesehatan, sarana perhubungan, sarana air bersih, sanitasi lingkungan, sarana umum dan sosial, pendidikan, penerangan, penataan dan pemugaran perumahan; penyediaan peraturan yang dapat mempermudah pengelolaan hutan mangrove; pemberian bantuan permodalan lunak; pembuatan proyek percontohan (demplot) pertanian yang melibatkan masyarakat (Community Based); pemberian hak penggarapan tanah-tanah negara yang kurang produktif agar dapat dimanfaatkan secara maksimum; pemberian sistem informasi secara jelas tentang pemanfaatan hutan mangrove baik dari aspek konservasi, preservasi dan pemanfaatan.

Comments

Popular posts from this blog

Lima Hari Awal Cerita Delta Api Bali

Oleh : Ni Putu Ary Pratiwi Hari Pertama Kegiatan bertajuk “Lokalatih Pemetaan Partisipatif dan EVC (Delta Api) Sebagai Starting Point untuk Menjungkit Agenda Pembaharuan dan Perubahan Sukma ++ Secara Masif” dilaksanakan di Balai Banjar Mekarsari, Desa Perancak, Kecamatan Jembrana. Kegiatan ini berlangsung selama 5 hari mulai 19 hingga 23 Desember 2013 dengan 35 orang peserta yang hadir pada hari pertama. Sedangkan peserta pelatihan pun merupakan pemuda yang berjumlah 15 orang yang berasal dari berbagai latar belakang. Turut hadir dalam acara pembukaan di hari pertama yaitu, Camat Jembrana dan Perbekel Desa Perancak sekaligus membuka acara. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Koalisi SUKMA+, didukung oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Samdhana Institute bekerjasama dengan Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) dan Santiri Foundation. Untuk wilayah Bali, dilaksanakan oleh Simpul Bali (Yayasan Wisnu). Sejak tahun 2010, Yayasan Wisnu bersama LSM lainnya di Ba...

Pemetaan Partisipatif di Desa Budeng

Oleh : Diah Fransiska Dewi Komunitas Delta Api adalah komunitas yang bergerak di bidang pemetaan, pelatihan tata kelola pengetahuan, survei mangrove dan kegiatan sosial lainnya. Delta Api Bali beranggotakan para pemuda dan pemudi yang telah melakukan kegiatan pemetaan partisipatif di 3 desa pesisir di Kabupaten Jembrana. Salah satunya adalah Desa Budeng.  Desa Budeng merupakan desa kecil dengan luas 368,7 ha. Dihuni sekitar 1.818 jiwa. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Dauhwaru, sebelah barat dengan Kelurahan Loloan Timur, sebelah timur dengan Kelurahan Sangkaragung dan sebelah selatan dengan Desa Perancak.  Pemetaan di Desa Budeng dilaksanakan pada Bulan Mei 2014. Kegiatan ini memakan waktu kurang lebih 1 minggu. Dimulai dengan pembukaan, pengenalan sarana prasarana, dan pelatihan dasar. Pemetaan dibagi menjadi 2 tim. Tim pertama adalah tim sosial. Tim ini mencari dan membahas data2 sosial di Desa Budeng. Sedangkan tim kedua adalah tim spatial, yan...