Oleh Goldyna Rarasari
Pemetaan Partisipatif pada
prinsipnya sama dengan pemetaan pada umumnya yang sering dilakukan oleh
instansi pemerintah. Perbedaannya adalah pelaksana dari pemetaan tersebut, pada
pemetaan partisipatif dalam pengukurannya diikuti oleh banyak anggota suatu
komunitas masyarakat, yang pada praktek pemetaan biasa dapat dilaksanakan 2
orang saja. Perbedaan yang lain adalah tentang tema, masyarakat akan menentukan
sendiri tentang tema yang dianggap penting. Tema yang mungkin berbeda dengan
peta biasa misalnya adalah: batas tanah adat/desa, tempat-tempat suci,
tempat-tempat pemancingan dll (DAI, 2007).
Prinsip partisipatif adalah
masyarakat berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan program baik
dari sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian dari pemetaan
partisipatif. Masyarakat memiliki hak atas ruang karena masyarakat mengetahui
potensi/kekayaan sumberdaya alam dan permasalahnnya sehingga penting bagi
masyarakat untuk mengakomodir peta masyarakat itu sendiri. Peta partisipatif
yang melibatkan masyarakat didukung dari adanya Peraturan Menteri Dalam Negeri
no 27 tahun 2006, mengenai penetapan dan penegasan batas desa pada ayat 3 yang
tertulis Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2004 tentang sistem perencanaan dan
pembangunan nasional pada Bab VII Data dan Informasi pasal 31 yaitu perencanaan
pembangunan didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan. Serta Peraturan Pemerintah nomor 68 tahun 2010 tentang
bentuk dan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang yang menimbang Pasal
65 ayat (3) UU nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang perlu menetapkan
peraturan pemerintah tentang bentuk dan tata cara peran masyarakat dalam penataan
ruang.
Komunitas Delta Api bekerja sama dengan SLPP
(Simpul Lembaga Pemetaan Partisipatif) dalam melakukan pemetaan tiga desa di
Kabupaten Karangasem yaitu Desa Bugbug, Bunutan, dan Tulamben. Pemetaan
tersebut dilakukan pada Bulan Desember 2016-Februari 2017. Pemilihan desa
tersebut karena ketiga desa termasuk dalam Kawasan Konservasi Perairan
Kabupaten Karangasem. Selain itu, ketiga desa tersebut akan mengawali
pembentukan Sistem Informasi Desa Konservasi (SIDESI) yang akan mencakup hasil
dari Pemetaan Partisipatif. Pemetaan tersebut melibatkan beberapa masyarakat
terutama pemuda di tiap wilayah yang memahami kondisi/keadaan wilayahnya
masing-masing.
Tahapan pemetaan dilakukan melalui 4 tahapan
diantaranya, training, pembutan peta
sketsa dan data sosial, pembuatan peta berskala, digitalisasi peta/ cetak. Training pembuatan peta dengan
mempelajari dasar-dasar kartografi (peta sketsa/berskala, penggalian dan
penulisan data sosial). Pembuatan peta sketsa dan data sosial dengan
memperhatikan bentang alam seperti gunung, bukit, danau, dan sungai, penggunaan
lahan berupa pemukiman, kawasan, produksi, dan kawasan yang dilindungi,
tempat-tempat penting berupa kuburan atau situs bersejarah, simbol, batas. Data
sosial yang mencakup sejarah dari suatu wilayah, kelembagaan adat mengenai nama
struktur, tugas dan fungsi, dan cara pengambilan keputusan. Wilayah atau tempat
batas-batas wilayah adat, tempat-tempat penting, dan satuan kewilayahan, serta
kearifan lokal setempat juga sebagai pengamatan dalam pemetaan data sosial.
Hasil akhir dari Pemetaan
Partisipatif Tiga Desa tersebut adalah Peta Wilayah dan Peta Sosial Desa yang
sudah terklarifikasi dengan masyarakat Desa dan juga serah terima antar desa
pendamping. Sehingga nantinya peta desa sesuai dengan keadaan di Desa tanpa
menimbulkan konflik antar wilayah. Harapannya warga desa dapat mengembangkan
potensi yang dimiliki dari desa dan tetap menjaga kearifan lokal dengan adanya
peta tersebut. Salam Pemuda dan Pembaharuan!
Comments
Post a Comment